Wednesday, November 14, 2007

Ketegangan #makna#


Modernisme memiliki asumsi pertautan antara suatu tanda (sign) dengan makna. Tanda, diyakini mengandung makna tertentu. Tanda juga dianggap berfungsi sebagai wadah bagi pesan atau makna tadi.

Asumsi tersebut tercermin pada pandangan modernisme tentang bahasa. Bahasa dianggap berfungsi sebagai pembawa pesan dan mengandung makna tertentu, sesuai dengan kosa kata dan aturan/gramatika yang digunakannya. Asumsi demikian itu merupakan konsekuensi dari paham rasionalisme.

Modernisme menganggap bahwa kelebihan manusia terletak pada rasionya. Rasio ini digunakan manusia untuk memahami dunia, dan pemahaman atas dunia secara rasional memerlukan bahasa.

Pandangan tentang bahasa itu menunjukkan ada dua hal yang diyakini dalam modernisme. Pertama, modernisme percaya bahwa bahasa dapat menjadi media bagi pesan dan makna. Kedua, bahasa adalah media bagi manusia untuk melakukan kegiatan berkomunikasi dengan makna yang rasional.

Konsekuensi dan fanatisme modernis terhadap kemampuan bahasa dalam menyampaikan makna melahirkan berbagai pemilahan (oposisi) biner. Oposisi tersebut berfungsi menstrukturkan dunia sehingga dapat dengan mudah dipahami. Contoh dari opisisi biner ini adalah laki-laki-perempuan, baik-jahat, gelap-terang, rasional-irrasionaldan sebagainya.

Dengan adanya berbagai oposisi biner ini kenyataan menjadi dapat dijelaskan. Dengan kata lain, kenyataan yang ada dalam dunia modern adalah kenyataan yang diciptakan dan dibentuk oleh semua oposisi biner.

PANDANGAN modernisme tentang tanda, bahasa, dan makna, dikritik tajam oleh salah seorang filsuf pasca-strukturalisme Perancis, Jacques Derrida. Filsuf ini berpendapat bahwa kepercayaan modern terhadap keterkaitan tanda, bahasa, dan makna didasarkan pada apa yang disebutnya sebagai "metafisika kehadiran" (methaphisic of presence).

Pandangan modernisme percaya bahwa bahasa dapat menggantikan kenyataan yang hendak disampaikannya melalui bahasa. Dengan kata lain, kenyataan coba dihadirkan lewat bahasa. Kehadiran itulah yang dapat disejajarkan dengan istilah "makna" atau "ada".

Terhadap pandangan ini, Derrida menyatakan bahwa apa yang disebut "metafisika kehadiran" dalam berbahasa itu tidak mungkin. Derrida berpendapat bahwa makna suatu bahasa akan tergantung pada referensi setiap kosa kata yang digunakan manusia dalam berbahasa.

Referensi itu sendiri merupakan pemaknaan dalam kaitan antara satu kosa kata dengan kosa kata yang lain. Kata "demokrasi" misalnya, maknanya merupakan hasil rujukan pada definisi-definisi "demokrasi" yang tercantum dalam risalah-risalah politik. Dari uraian ini, menurut Derrida, jelas bahwa makna adalah hasil interaksi antarteks.

Konsekuensi pandangan Derrida tersebut mengakibatkan pandangan dunia yang dapat dipahami secara teratur dan logis seperti pandangan rasionalisme. Dunia adalah kumpulan berbagai macam makna dan tanda yang saling terkait tanpa dapat dipahami kausalitas satu dengan yang lainnya. Terjadilah apa yang kemudian disebut dekonstruksi.

Hyper-Realitas Kebudayaan ini secara runtut dan padu menggambarkan proses "dekonstruksi" atas pandangan modernisme tentang kebudayaan, khususnya di bidang estetika dan kesenian. Pada bagian pertama sampai bagian ketiga, dibahas mengenai konsep postmodernisme dari dimensi filosofis dan sejarah.

Bagaimana proses "dekonstruksi" postmodernisme telah mengubah mitos rasionalisme dan keteraturan kebudayaan modernisme. Dekonstruksi itu rasionalisme dan keteraturan kebudayaan modernisme. Dekonstruksi itu melahirkan sebuah wajah kebudayaan yang plural, dipenuhi oleh berbagai tanda-tanda yang saling tumpang-tindih, dan pemaknaannya berubah-ubah secara cepat.

Konsep kebudayaan postmodern memiliki karakteristik khusus yaitu hilangnya keserbatunggalan, kepastian, dan ke-universalan. Sifat era postmodern itu tampak secara konseptual pada gagasan seperti intertekstualitas dan simulasi.

Intertekstualitas berarti ketergantungan suatu teks pada teks-teks sebelumnya. Istilah yang pertama kali digunakan oleh Julia Kristeva menunjukkan bahwa kebenaran tidak berada di luar interaksi antarteks.

Dengan kata lain, kebenaran adalah hasil saling keterkaitan antarteks, di masa lalu, kini, dan masa datang. Simulasi adalah konsep yang dirumuskan oleh Jean Baudrillard, seorang pemikir Perancis. Apa yang dimaksud dengan simulasi adalah terjadinya suatu proses yang melahirkan fenomena "seolah-olah".

Fenomena "seolah-olah" itu sangat jelas tergambar pada kultur kapitalisme mutakhir. Kapitalisme ini dalam mempertahankan daur hidupnya tidak saja menekankan pada proses produksi dan investasi, tetapi lebih menekankan pada mekanisme penciptaan kesan melalui media informasi.

Sebagal contoh, banyak iklan yang mengkampanyekan kesan seolah-olah suatu produk kecantikan adalah lambang dari kecantikan alami. Hubungan antara kecantikan alami dan produk kecantikan sebelumnya mungkin tidak dikenal. Namun karena keduanya kerap dihadirkan dalam satu wadah iklan, lambat laun tercipta asosiasi antara keduanya. Pada tahap selanjutnya produk kecantikan tersebut benar-benar dipercaya sebagai representasi kecantikan alami.

Fenomena itu menunjukkan bahwa makna yang sebelumnya tidak ada dapat saja diciptakan dan kemudian menjadi benar-benar dipercaya ada. Oleh karena itu Baudrillard menyatakan bahwa kini tercipta apa yang disebut simulasi, yaitu ruang pemaknaan di mana tanda-tanda saling terkait tanpa harus memiliki tautan logis. Itulah hiper-realitas.

Karakteristik kebudayaan postmodern dengan demikian menggambarkan suatu wacana yang penuh dengan ketegangan, kehilangan kepastian bentuk, makna, dan dasar. Semua karakteristik tersebut adalah sisi lain kebudayaan postmodernisme di mana semuanya menjadi mungkin, semuanya menjadi boleh.

Penjelajahan konseptual kaum postmodernisme telah membuka sebuah wilayah wacana yang terbuka dan demokratis. Wacana yang telah melahirkan dan membentuk wajah masyarakat kontemporer. Diskursus postmodernisme, merupakan alat analisis sekaligus potret dari masyarakat kontemporer yang memasuki dunia yang tanpa kepastian, tanpa keseragaman, dan dunia yang berputar cepat dengan perubahan-perubahan.