Tuesday, March 20, 2007

Anak


‘Anak jalanan kumbang metropolitan
selalu ramai dalam kesepian
anak jalanan korban kemunafikan
selalu kesepian di keramaian’

Anak jalanan adalah mereka yang berusia 5 18 tahun, belum pernah menikah dan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah serta berkeliaran dijalanan maupun ditempat-tempat umum. Mereka menjadi satu dari sekian penyandang masalah kesejahteraan social.

Berdasarkan data Departemen Sosial, ada 150 ribu anak jalanan yang terdeteksi dan terkonsentrasi di banyak kota besar di Indonesia. Di sudut-sudut jalan Kota Jakarta, misalnya, pemandangan keberadaan anak jalanan bahkan telah menghiasi keseharian dan dianggap sebagai sesuatu yang biasa. Padahal anak yang disebut anak jalanan itu adalah generasi penerus bangsa.

Jumlah anak jalanan paling banyak di DKI Jakarta yakni 30 ribu anak. Jumlah tersebut belum termasuk anak yang masuk kategori terlantar.

Anak – anak jalanan dan terlantar tersebut tercipta akibat berbagai faktor, seperti kemiskinan, disfungsi keluarga serta faktor lingkungan. Menyangkut masalah kepedulian daerah pada masalah anak - anak, saat ini baru ada 12 provinsi di Indonesia yang memiliki peraturan daerah soal anak, yang menyoal juga masalah anak jalanan

Apa yang menjadi permasalahan bagi anak jalanan ?
adalah terserang sakit pernapasan dan menjadi korban kekerasan

Berangkat dari kemiskinan, maka banyak orang tua memaksa anak mengemis di jalanan. Fenomena ini berkembang karena kemudian anak dianggap sebagai aset sumber penghasilan keluarga.

Menangani anak - anak jalanan memang rumit.
mereka hidup di lingkungan keras dengan bahasa percakapan yang kasar

Sementara, fenomena anak jalanan di Jabotabek misalnya juga sangat memprihatinkan. Data anak jalanan di Jabotabek saat ini berdasarkan data terakhir dari Komisi Nasional Perlindungan Anak mencapai angka 75.000 orang.

Di Indonesia sendiri, kasusnya dari tahun ke tahun bukan semakin menurun, tapi menunjukkan angka peningkatan. Dalam data yang dihimpun KPAI, selama 2005 terdapat 788 ribu kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Indonesia. Jumlah tersebut, tentu saja hanya terbatas pada yang tercatat, sementara yang tidak terdeteksi mungkin jauh lebih banyak lagi. Kasus kekerasan terhadap anak, nyatanya bisa saja terjadi dimana saja.

Mereka terkadang menjadi sapi perah para preman yang menjadikan anak-anak jalanan sebagai mesin untuk menghasilkan uang. Sementara anak-anak jalanan yang dipelihara itu sama sekali tidak mendapatkan kehidupan yang layak. Jika mereka melawan atau mencoba melarikan diri maka bukan tidak mungkin kekerasan yang lebih buruk terjadi.

Adanya jaringan kejahatan terorganisir yang beroperasi di Indonesia juga menempatkan anak jalanan sebagai korban kejahatan phaedophil.

Konvensi ILO 182 telah melindungi keberadaan anak-anak jalanan dari pelbagai ancaman yang selalu mengincarnya terutama ketika mereka berada di jalanan.
Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi ILO 182 dan dikuatkan kembali dalam Undang Undang No.1 Tahun 2000. Sayangnya, hingga kini implikasi terhadap perlindungan terhadap anak-anak jalanan masih nol besar.

Anak jalanan adalah masalah lain yang cara pendekatannya pun harus lebih manusiawi, tidak terkesan gagah-gagahan apalagi menggunakan cara kekerasan.

tiada tempat untuk mengadu
tempat mencurahkan isi kalbu
cinta kasih dari ayah dan ibu
hanyalah peri yang palsu

Disinilah kepekaan nurani kita dibutuhkan

anak jalanan kumbang metropolitan
selalu dalam kesepian
anak jalanan korban kemunafikan
selalu kesepian di keramaian

tiada tempat untuk mengadu
tempat mencurahkan isi kalbu
cinta kasih dari ayah dan ibu
hanyalah peri yang palsu

anak perawan kembang metropolitan
selalu resah dalam penantian
anak perawan korban keadaan
selalu menanti dalam keresahan

tiada restu untuk bertemu
restu menjalin hidup bersatu
kasih sayang dari ayah dan bunda
hanyalah adab semata

anak gedongan lambang metropolitan
menuntut hidup alam kedamaian
anak gedongan korban kesibukan
hidup gelisah dalam keramaian

tiada waktu untuk bertemu
waktu berkasihan dan mengadu
karena orang tua metropolitan
hanyalah budak kesibukan