Monday, March 19, 2007

Aceh


Muncul pandangan yang merisaukan diantara kalangan elite politik di Jakarta, sehubungan dengan kemenangan Irwandi Yusuf dan M Nazar dalam Pilkada Aceh yang baru saja berlalu. Suara di Jakarta terbelah menjadi dua, di satu bagian menyambut baik kemenangan tokoh-tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu, sisi yang lainnya secara terus terang mengeluarkan gertak politiknya. Kenapa reaksinya seperti itu ? Kuat dugaan bahwa kemenangan Irwandi Yusuf- M Nazar,memang, kurang diharapkan oleh pihak penguasa di Jakarta.
Persoalannya, kemenangan sudah berpihak pada tokoh penting GAM dan motor penggerakan Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA) itu. Lalu ? bagaimana seharusnya kita melihat kemenangan politik itu sebagai sebuah fakta yang dapat diterima oleh semua pihak, terlebih bagi bangsa Aceh itu sendiri. Paling tidak, kemenangan Irwandi Yusuf dan M Nazar dapat dijadikan modal sosial bagi bangsa Aceh untuk berbenah diri secara lebih fundamental.

Kompleksitas

Tokoh intelektual Aceh yang terbunuh di Medan beberapa tahun yang lalu, Jafar Sidiq, sepulang menyelesaikan studynya di New School for Social Research, New York pernah menyatakan pendapatnya pada penulis, kira-kira seperti ini ” Sulit sekali bagi bangsa Aceh untuk kembali mempercayai politik Jakarta. Kenapa ? Sejarah membuktikan, tidak sekejap pun kebijakan Jakarta dapat membebaskan bangsa Aceh dari penindasan dan kemiskinan.” Kata kunci dari masalah Aceh menurut hemat penulis adalah kemiskinan dan keadilan. Dua point tersebut merupakan problem krusial, sejauh yang kita cermati belum dapat diselesaikan oleh penyelenggara birokrasi lokal di Aceh.
Menyangkut diplomasi politik yang dilancarkan Jakarta, sehubungan dengan kemenangan Irwandi-Nazar, tidak dapat memberi jaminan bahwa perdamaian akan tetap terjaga di Aceh. Terlepas dari sikap pemenang Pilkada Aceh 2006 yang menyatakan ”akan mengikuti aturan main Helsinki,” pokok pangkal masalahnya terletak pada, cara komunikasi politik antara Jakarta dan Banda Aceh. Bilamana, sikap Jakarta kurang pandai menjalin komunikasi politik, dalam arti; tidak berjalan seiring dengan upaya memakmurkan Aceh, sangatlah mungkin cita-cita memisahkan diri dari NKRI sebagai kenyataan politik yang niscaya.
Skenario kedua, dalam beragam hal, batu sandungan yang akan muncul adalah; sejauh apa elite politik di Jakarta berkerelaan memberi ruang politik seluas-luasnya bagi penyelenggaraan birokrasi ? Semakin dipersempit ruang politik Irwandi-Nazar semakin rawan kondisi politik Aceh ke depan. Sebaliknya, semakin diperluas ruang lingkup birokrasi lokal di Aceh, semakin besar peluangnya Aceh menciptakan jarak kekuasaannya dengan Jakarta. Jadi,memang, pemerintah pusat tidak terlalu mudah memperlakukan Aceh.

Sikap taktis GAM dalam menanggapi kemenangan Irwandi Yusuf dan M Nazar, antara ditunjukan oleh petinggi GAM di Swedia. Juru bicara GAM di Swedia, Bakhtiar Abdullah melansir sebuah stetmen, berkaitan dengan perlunya pembentukan partai lokal. Alasannya, kemenangan Irwandi Yusuf dan M Nazar harus ditopang oleh payung politik partai lokal. Dengan demikian, partai politik lokal dapat mendukung pemerintahan kepala daerah terpilih. Bakhtiar mengacu pada kesepakatan Helsinki yang mengatur pembentukan partai lokal. Masalahnya, berdasarkan peraturan pemerintah (PP) menyangkut pembentukan partai lokal,jelas, mempunyai konsekuensi. Seperti dimuat dalam UU Pemerintahan Aceh, apabila GAM membentuk partai lokal, maka ketentuan MoU Helsinki menyebutkan bahwa; GAM tidak diperkenakan lagi untuk menggunakan atribut-atribut yang selama ini dipergunakan.
Ketentuan perjanjian perdamaian Helsinki menjadi sangat penting karena, di dalamnya mengandung banyak paradok. Sehubungan dengan dilarangnya penggunaan atribut GAM sebagai syarat pembentukan partai lokal, tidak serta merta disepakati GAM Swedia. Kenapa ? konteks masalahnya bahwa atribut atau nama GAM dilarang untuk dipergunakan. Dan, itu sama artinya dengan penghapusan GAM secara menyeluruh. Karenanya, seberapa jauh ketentuan Helsinki itu akan benar-benar ditaati oleh kedua belah pihak.
Landasan yang dipergunakan GAM dalam konteks perjuangan politik, menurut hemat penulis berjalan sangat sistematis. Dengan kemenangan Irwandi Yusuf- M Nazar,tentu, akan memperlancar agenda-agenda politik GAM di masa datang. Tidak perlu dikhawatirkan,memang. Masalahnya, persoalan kemenangan GAM melalui Irwandi- M Nazar menjadi sangat penting, karena di dalamnya mengandung pengertian bahwa, saat ini kekuatan GAM, terbukti, dapat diterima secara luas oleh rakyat Aceh itu sendiri.
Sudah pasti, kemenangan tokoh penting GAM di puncak kekuasaan birokrasi lokal Aceh akan menjadi variabel penyemangat bagi kekuatan GAM untuk meneruskan garis perjuangan GAM itu sendiri. Dari beberapa segi, pemerintahan Jakarta semestinya mampu membangun cara yang lebih dan profesional dalam menopang kekuatan pemerintahan lokal- yang selama ini dipandang secara kurang sistematis. Oleh karenanya, menjadi kurang bijaksana, bila pernyataan-pernyataan politik Jakarta sangat tidak proporsional menyambut kemenangan tokoh-tokoh GAM tersebut.
Cara-cara buruk dan profokatif seharusnya dihindari. Seperti yang dilakukan oleh petinggi birokrasi, antara lain: ancaman perang baru di Aceh, apabila Irwandi-Nazar ”mbalelo” dari tujuan diadakannya Pilkada 2006 di Aceh. Sungguh terlalu dini serta kurang bijaksana sikap penjabat pemerintahan itu. Menurut hemat penulis, akan lebih baik, jika Jakarta mampu menyusun langkah-langkah ke depan dalam upaya membangun Aceh yang lebih baik.
Komitmen membangun Aceh yang lebih adil, makmur dan terbuka; merupakan strategi paling jitu. Rakyat Aceh sudah bosan dengan konflik yang berkepanjangan. Tantangan Aceh ke depan berkaitan dengan lapangan kerja, kualitas pendidikan dan kesehatan. Karena jawaban keadilan dan kemakmuran rakyat, merupakan hal yang tidak terbuktikan selama ini. Bilamana Irwandi Yusuf- Nazar gagal menyelesaikan dua masalah pokok utama masyarakat Aceh itu, rakyat tidak akan pernah mempercayai lagi GAM sebagai kekuatan sosial politik. Sebaliknya, apabila lima tahun ke depan Irwandi-Nazar mampu membuktikan membangun Aceh yang lebih baik, besar harapannya tingkat kepercayaan rakyat Aceh terhadap GAM akan terus meningkat. Kesimpulannya, pemerintah Jakarta harus lebih bijaksana dalam menanggapi kemenangan Irwandi Yusuf dan M Nazar itu. Salah langkah, maka habislah Aceh. Habis sudah cerita perdamaian itu.