Saturday, November 26, 2005

TATAPAN YANG MENYENTUH


Tatapan yang menyentuh. Jauh terbang pada pulau-pulau yang tak terurus, kepada kuda liar di padang savanna Kahiri. Kau berjalan dengan kaki yang lumpuh. Kau selalu mengundang aku pada kepulangan, padamu kampung halamanku yang baru; Kahiri. Tiada janji, tetapi aku selalu ingin selalu kembali ke situ; padamu sejuk bebukitan yang basah. Diantara bebatauan dan sayur mayor, ku menatapmu dari kejauhan. Tajam, mengiris ulu hatiku yang marah jingga.

Tiada yang mengerti rahasia pertemuan ini. Sebab cakrawala jauh melemparkan semua harapan masa depan. Masa yang dimakan oleh ribuan tahun yang kuno. Kau sudah menjeratkanku; sebutlah cinta pada tanah dan udara bebas. Adik, aku mengerti; kenapa langkahmu terhambat. Dua belah kakimu lumpuh, dua belah kakimu terlipat oleh masa lalumu, masa kelahiran yang tak bisa kamu tolak.

Menatap kamu dari kejauahan daun-daun di depan rumah itu, kumengerti tiada rahasia. Tiada yang bisa menghalangi langkah perjuangan. Sudah ditancapkan, mulai hari ini tahapan perubahan itu. Tangan sudah dikepalkan ke udara. Dan di tanah ini, kamu berhak menikmati kemerdekaan. Bukankah kamu dilahirkan di tanah Indonesia yang jembar ?

Bumi yang dicuri oleh para pendurhaka. Mereka yang mebawa hutan jati menjadi bangunan kekar di kota-kota. Republik yang merampok burung-burung liar di dalam hutan.

Matamu lemah bukan karena kekalahan. Kakimu yang terjerat penyakit polio, itulah yang mengahalangi lompatan dan keriangan anak-anak. Kamu sudah dipenjarakan oleh tangan-tangan sejarah yang kusam. Korban salah urus para penguasa yang tamak. Kutahu, ku mendengar tangis dari dalam dapur yang pengap. Di situ engkau bermain-main cahaya matahari, yang menerobos dari lubang-lubang kayu yang lusuh.

Kini, kau kembali memanggil-manggil dalam bayanganmu. Suara yang riang dari kampung Kahiri. Ku, tertegun. Diam. Tiada berdaya menghadapi segala kenyataan, sekaligus kembali menusuk-nusuk perasaan. Adik, tiada jauh kerinduan ini. Tapi di sini, di pulau Jawa-orang-orang selalu tak peduli. Ku paham, kenapa kakimu diseret begitu dalamnya. Tiada yang menggerutu. Kusimpan, segala bentuk kerinduan akan suaramu. Segala persoalan yang tertinggal di dahan-dahan hijau.

No comments: