Saturday, November 26, 2005

JATI KERING


Pohon jati itu kering. Kulelehkan perasaanku pada rumputan yang meranggas. Ini, tanganku. Pegang rapat-rapat, pertanda persahabatan, tanda ujung ombak laut yang menghubungkan satu daratan dengan daratan yang lain. Dimana ? Kamu menyeret masa lalu menjadi kepedihan (hari ini).

Menjelang tikungan batu, kamu berdiri, kemudian melambaikan tangan; salam untuk kerabat di Jawa. Aku mengerti, kita akan ketemu lagi. Sebab di sini, negri ini menyatakan kejujurannya. Tiada mata melambung; sembari ngopi di café, makan roti di bread-talk. Kita ini orang miskin, sahabat. Aku menganggukan kepala.

Siang mulai merambat. Kapal mengapung di laut bebas. Samar-samar pulau-pulau menjauh dari tatapan mata. Cinta pada tanah air menemukan bentuknya. Sumba, kau telah mengajari aku lagi; bagaimana seharusnya kita menghayati detak-detik tangis dan penderitaan rakyat sendiri.

Menuju titik matahari yang kian meninggi, jejak-jejak kenangan kian mendekat. Aroma perjuangan melekat pada pikiran, juga perasaan. Sesungguhnya, perjuangan baru dimulai. Setidaknya, ada yang harus dikabari. Persis laiknya pos surat yang di bawa ke pintu jendela rumahmu; ada yang harus kita pertimbangkan, harga sebuah kemewahan di pulau Jawa ini.

Setiap hari, kuketuk-ketuk pintu hatimu. Setiap nafas ada cerita, yang ingin kutorehkan dalam mimpi kamu. Diantara lautan, juga pulau-pulau itu; terdapat anak-anak yang hanya makan jagung sehari sekali. Diantara pohon jati kering, anak-anak mandi “cukup”sepekan sekali. Ada sekolah, tiada guru. Di sana, diantara ombak dan pulau-pulau.

Kini, kusangsangkan harapanku, padamu; wahai sahabatku. Ingin aku ajak kalian ke aroma kekeringan dan masa kini yang purba. Ke Sumba antara puisi Umbu Landu Paraggi, savanna dan kuda-kuda. Tancapkan hati, kita khan melaut menuju sebuah ranah yang kering. Di situ, kita belajar kembali menggambar wajah: Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir dan kamu paduka Tan Malaka.

Marilah kita berlayar. Menjemput pahit sampai kegetiran. Merebahkan badan di lereng-lereng, memahatkan perasaan kasih di pokok pohon jati kering. Terimakasih Sumba. Kau telah mengajariku; bagaimana caranya kita mencintai negri ini.

No comments: