Friday, January 27, 2006

Menuju Lupa


Benar juga, Milan Kundera. Kekuasaan selalu memberi jalan lebar untuk menuju LUPA. Sebuah amnesia. Klenger,pingsan, meruduk pada kekosongan. Entah kenapa ? Sindroma kuasa menggoda para pemimpin lupa, pada; yang memilihnya, mereka yang berbondong-bondong ke kotak suara. Untuk dilupakannya. Kekuasaan, begitu rapuhnya untuk mengingat-ingat, sebutlah, jasa mereka yang memilihnya. Rakyat selalu diingat, untuk kemudian dilupakannya. Upacara omong kosong lima tahunan, pada gilirannya membuat kita terbius, untuk mabok pada kenyataan bohong para penguasa.
Siapa mengira, mulut manis si penguasa, demi dan atas nama ketertiban, si penguasa lumpuh pada para penipu. Sebutlah, hak angket yang kandas di mulut lupa (baca: uang sogokan). Manakala, jauh hari lumpur meleleh pada ujung jalan, kini yang tersisa hanyalah masa silam. Sekian orang terlelap dalam mimpi. Sekian cara, sekian jalan yang melintas, kemudian kita lupakan.
Perjalanan ini, kini mulai berhenti pada jalan yang gelap. Menentang pada apa yang diyakini. Jangan berhenti hanya karena titik demi titik telah berakhir. Milan Kundera, benar adanya. Ia mencabik basnya, seperti detik demi detik yang mengintip tanpa persimpangan. Demikianlah kekuasaan. Ceritanya panjang, berkelok menuju tujuan tanpa pemberhentian. Kita terus menerus mengayuh. Mengeluarkan semua energi, demi dan hanya untuk kekuasaan.