Sunday, December 04, 2005

KEPADA AMARZAN LUBIS


Kita masih juga mempercayai puisi sebagai jembatan untuk menyebrang ke arah daratan lain. Berjalan menyelusuri, akhirnya sampai juga pada pulau-pulau nun jauh di ujung sana.Setahun, kemudian dua tahun, kemudian selanjutnya, kita semakin ringkih saja memberikan sekian puisi pada tanah dan udara.

Bang, kemarin, sesaat kita berhenti. Untuk kemudian menyaksikan udara bebas. Sekali lagi, puisi diciptakan melalui tangan yang ini juga. Sudah sampai dimana, sesungguhnya kita berjalan ini ? Bilamana, kata telah menghilang. Dan kita tak lagi dapat menuliskan puisi. Ada batu yang dapat ditanam dalam pikiran. Begitulah kita meyakini, puisi dapat diciptakan- walau tanpa kata-kata sekalipun.

Acapkali, kau bang, membuat aku yakin, sesungguhnya kita tidak pernah berhenti. Sebab puisi dapat kita tulis, ketika roh sudah diterbangkan di atap langit. Kenapa ? sebab cerita, denting kata-kata selalu beranak pinak menjadi rama-rama di jiwa sang pembaca.

Sekian tahun, tiada cerita, kini rambut telah punya warna rupa-rupa. Bang, cepat sekali lonceng bertalu di cakrawala. Sayangnya, kita tidak lagi dapat merokok keretek bersama-sama.

No comments: